Jin dapat dilihat secara transparan dengan kasat mata bila ia menjelma menjadi makhluk berwujud, ia bisa menjelma menjadi wanita yang sangat cantik, tetapi juga bisa menjelma menjadi makhluk yang sangat menakutkan dan menjijikkan.
Tentang jin yang dapat menjelma ini, saya ingin menceritakan apa yang pernah dituturkan seorang kenalan saya tinggal di Bandung, sebut saja namanya Agus. Dia bersama istrinya, Tina dan seorang anak perempuannya Nanda (6) berangkat dari Bandung ke Jakarta dengan kendaraan sendiri untuk menghadiri resepsi pernikahan putera paman Tina.
Setiba di Puncak, Tina membujuk suaminya agar beristirahat sejenak di Telaga Warna sambil menikmati udara sejuk menyegarkan. Agus mengomentari ajakan istrinya itu kemudian, "Kalau saja saya bisa mengetahui musibah mengerikan dan menjijikkan yang terjadi akibat beristirahat di tempat itu, permintaan istri saya itu pasti akan saya tolak mentah-mentah, Tetapi karena saya tak tahu tempat itu angker, saya meminggirkan mobil dan parkir dikawasan Telaga Warna tersebut. Apa yang terjadi sesudahnya membuatku merinding dan tak akan terlupakan seumur hidup."
Setelah puas menikmati keindahan panorama Telaga Warna, mereka melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Waktu itu, jalan Tol Jagorawi sedang dalam proses penyelesaian, sehingga mereka masih harus melalui Jalan Bogor lama. Setiba di Bogor, Tina meminta mampir di toko roti untuk membeli roti.
Nanda, puteri mereka pada saat itu lelah sekali sehingga tertidur di jok belakang, sedangkan Agus merasa malas turun dari mobil. Jadi Tina saja yang turun dan pergi ke toko roti tersebut.
Beberapa saat kemudian, Agus melihat istrinya membawa bungkusan besar berisi roti dan makanan lainnya mendekat ke mobil, Agus membukakan pintu mobil. Saat istrinya memasuki mobil, sekilas tercium oleh Agus aroma bunga kamboja bercampur kemenyan yang menyebabkan bulu kuduknya agak merinding.
Tetapi karena melihat wajah istrinya berseri-seri seraya mengatakan bahwa ia telah membelikan beberapa roti kesukaan Agus, maka Agus segera melupakan keanehan yang dirasakannya muncul bersamaan dengan kedatangan istrinya itu.
Tanpa curiga dan berburuk sangka, Agus menghidupkan mobil, lalu meluncur menuju Jakarta. Sayangnya mata Agus kurang jeli. Ia tidak melihat bahwa beberapa detik sebelum mobil meninggalkan area toko roti, Tina muncul di pintu toko dengan membawa bungkusan besar dan melihat didalam mobil ada wanita lain. Akibatnya Tina marah besar. Ia mengira, suaminya pergi meninggalkan dirinya dengan membawa wanita lain.
Saking marahnya, ia membantingkan bungkusan belanjaanya ke tanah dan dengan air mata bercucuran ia kemudian pulang naik taksi ke Bandung. Hatinya dipenuhi emosi, marah, cemburu, benci, sedih dan kesal bercampur menjadi satu.
"Awas kalau pulang nanti", katanya berkali-kali sepanjang perjalanan kembali ke Bandung. Hatinya yang terus-menerus dipenuhi perasaan marah dan cemburu, bertanya-tanya siapa gerangan wanita yang pergi bersama suaminya itu?
Mengapa dirinya sebagai istri ditinggalkan begitu saja tanpa menoleh sedikit pun? Mengapa Agus sampai hati meninggalkan dirinya? Bagaimana dengan Nanda, anak mereka? Apakah Nanda sedang menangis menanyakan ibunya? Jahat sekali Agus itu.
Kalau saja ia tahu hati suaminya sejahat itu, tak akan mau dia diperistri. Perasaan benci semakin berkecamuk di dalam hatinya. Sedih dan luka bagai tertusuk sembilu. Setiba di rumah langsung ia membanting tubuhnya ke atas tempat tidur dan menangis tersedu-sedu sambil tak henti-hentinya mengeluarkan ancaman terhadap suaminya.
Pada saat Tina marah-marah dan kecewa serta bersedih, Agus sama sekali tidak merasa bersalah dan tak merasa telah menzalimi istrinya. Bahkan ia asyik berbicara dengan wanita yang dikiranya istrinya itu. Sebab perjalanan itu sangat dinikmatinya. Hanya ada yang agak mengherankan hatinya, yaitu istrinya bersikap genit dan ingin bermanja-manja, beberapa kali pipinya dicium mesra.
Keheranan Agus bertambah ketika istrinya kemudian merapatkan duduknya dan merebahkan kepala ke pundaknya, seraya berkata "Mas, kalau bisa aku ingin peristiwa ini jangan cepat berlalu." Pada waktu itu, Agus membatin, "Lho nantikan banyak waktu sesampainya di Jakarta." Ketika rambutnya menyentuh pipi Agus, kembali sekilas tercium oleh Agus aroma wangi bunga kamboja bercampur aroma kemenyan, sehingga bulu romanya merinding lagi.
Di dalam hati ia berjanji akan membelikan istrinya shampo standar, karena bau wangi shampo yang digunakannya saat itu menimbulkan rasa tidak sedap di hatinya.
Setiba di Jakarta, Agus langsung ke hotel di kawasan Cikini, dan memesan kamar untuk satu malam, karena ingin beristirahat sejenak menjelang resepsi pada malamnya di rumah paman Tina.
Nanda, sangat senang dan bernyanyi-nyanyi kecil lucu sambil menyentuh barang-barang hiasan yang terdapat dikamar hotel. Pada sore harinya, setelah memandikan Nanda, istrinya mengajak Agus mandi bareng, Ajakan itu dirasakan aneh oleh Agus, karena di luar kebiasaannya, tetapi ia mau juga.
Di dalam kamar mandi, istrinya mesra berbisik meminta hubungan intim, Agus semula kurang setuju. Tetapi karena istrinya sangat aktif dan terampil membangkitkan hasrat kelaki-lakiannya, Agus akhirnya memenuhi keinginan istrinya itu.
Dan saat berhubungan badan itu, Agus menemukan beberapa hal yang tak lazim dialaminya. Di antaranya gairah istrinya luar biasa, sampai-sampai Agus merasa kewalahan.
Acara resepsi pernikahan yang dihadiri Agus bersama istri dan anaknya itu sangat meriah. Keluarga yang datang banyak sekali, sehingga bagaikan reuni keluarga besar. Mereka saling bertanya dan menceritakan keadaan terakhir keluarga masing-masing dengan gembira. Beberapa kali Nanda, meminta ayahnya membersihkan pipinya yang berubah menjadi merah bekas lipstik karena diciumi gemas oleh tante-tantenya.
Ketika berfoto bersama, istrinya semula menolak keras, Tetapi setelah didesak-desak akhirnya ia mau juga. Akhirnya acara resepsi usai sudah dan seorang demi seorang para tamu pamit pulang, demikian juga Agus sekeluarga.
Dalam perjalanan kembali ke hotel Agus melihat istrinya sangat bahagia. Bahkan komentarnya terhadap suasana resepsi bertubi-tubi. Nanda sendiri kelelahan dan segera tertidur pulas begitu kepalanya menyentuh bantal.
Melihat Nanda telah tertidur, Tina melepaskan pakaian pestanya sehelai demi sehelai, lalu menggerak-gerakkan tubuhnya dengan erotis, berusaha memancing gairah Agus, dan setelah busananya terlepas semua, ia langsung menerkam Agus, dan mengajak bercinta.
Pada malam itu berkali-kali hubungan intim mereka lakukan, membuat Agus merasa tulang-tulangnya lunglai karena kelelahan melayani hasrat istrinya yang menggebu-gebu, sehingga saat matahari telah tinggi mereka masih tertidur kelelahan. Lewat tengah hari baru mereka berangkat pulang ke Bandung,
Perjalanan pulang agak lambat karena mereka sering berhenti untuk belanja oleh-oleh. Lagi pula Agus menjalankan kendaraan perlahan karena masih agak mengantuk. Nanda, sepanjang jalan kembali tertidur pulas, mungkin karena masih kelelahan.
Menjelang magrib, ketika mobil mendekati Puncak, Tina mendesak untuk berhenti sebentar agar kembali beristirahat di Telaga Warna. Agus menolak, Alasannya perjalanan masih jauh. Lagi pula sudah menjelang magrib.
Tetapi karena Tina terus bersikeras dengan bujukan dan alasan yang sebetulnya sulit diterima akal, Agus akhirnya mengalah dan memarkir mobil di kawasan Telaga Warna. Udara saat itu masih agak terang.
Nanda, walaupun sudah terbangun namun masih menggeliat malas untuk berjalan, sehingga Agus menggendongnya turun mengikuti ibunya ke tepi telaga. Setelah duduk, suasana menjadi santai. Tina berkata dengan serius, bahwa perjalanan ini tak akan pernah dilupakannya dan ia mencium pipi Agus berkali-kali.
Kelakuannya itu dirasakankan agak aneh oleh Agus, seakan mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Ketika azan magrib berkumandang, terjadi kejutan dan sekaligus keanehan yang irasional. Di luar nalar Agus, istrinya terjun ke dalam Telaga Warna.
Agus terkejut setengah mati dan cemas ketakutan. Apalagi setelah mendengar putrinya berteriak histeris dan kemudian menangis meraung-raung memanggil-manggil ibunya. Setelah menunggu beberapa saat, namun istrinya tidak muncul juga dari dalam telaga, Agus berteriak-teriak memanggil nama istrinya lalu kemudian terjun ke dalam air telaga untuk mencarinya.
Beberapa orang berkumpul melihat kelakuan Agus yang dianggap aneh. Agus menjelaskan apa yang terjadi dengan suara terbata-bata dan tubuh gemetar kebingungan. Beberapa orang kemudian tergerak untuk ikut terjun berusaha mencari istri Agus di dasar telaga. Beberapa wanita yang hadir berusaha membujuk mendiamkan Nanda yang terus menangis. Lebih dua jam mengobok-obok seluruh telaga dibantu banyak orang tanpa hasil.
Akhirnya dengan baju basah kuyup dan tubuh menggigil kedinginan serta perasaan tak menentu karena sangat sedih, Agus memutuskan untuk kembali ke Bandung dengan perinsip pencarian dilanjutkan esok paginya. Apalagi Nanda terus menangis memanggil-manggil ibunya. Saat itu pikiran Agus terus bertanya-tanya, "Mengapa istriku tega berbuat begitu? Apa salahku? Setelah cukup lama tidak juga muncul dari dalam air apakah mungkin ia telah mati?"
Ia menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat tiba dirumah, dan berniat untuk mengabari saudara-saudaranya perihal istrinya yang 'hilang' itu, agar besoknya, mereka dapat ikut membantu upaya pencarian.
Dengan perasaan sangat sedih dan terpukul atas musibah ini, Agus, masuk ke dalam rumah dan.. Mendengar suara mobil memasuki rumahnya, Tina yang ternyata belum tidur, bangun dan meloncat mengintip dari jendela kamar. Mengetahui suaminya pulang, emosinya kembali muncul. Diambilnya sepatu hak tingginya dan berlari ke pintu depan.
Agus sangat terkejut dan sekaligus merasa heran ketika membuka pintu depan, sepasang sepatu hak tinggi mendarat telak di kepalanya, Dan perasaan herannya bertambah ketika melihat pelakunya adalah istrinya.
Agus kaget setengah mati, bahkan ketakutan, wajahnya pucat pasi, sehingga rasa sakit pada kepalanya yang benjol memar karena terbentur sepatu tak dirasakannya lagi. Kata Agus di dalam hatinya, "Bagaimana mungkin istriku yang hilang tenggelam di Telaga Warna sekarang muncul di hadapanku dengan wajah marah menakutkan dan suara menggelegar keras, mengumpat dan memaki?"
Dengan terpana, bengong dan perasaan tak karuan, Agus hanya bisa berdiri mematung di depan pintu, sementara Tina masih terus melemparkan segala macam benda ke arahnya sambil memaki-maki. Nalar Agus pada saat itu masih kacau belum jalan, dan masih bingung, sehingga ia tak berusaha menghentikannya.
Kemudian baru buka mulut, "Ka..kamu.. ternyata masih hidup? Kukira sudah mati tenggelam." Mendengar kata-kata itu, dan melihat keadaan suaminya yang kacau, kini giliran Tina yang bingung, apalagi kemudian Nanda berlari dan memeluk dirinya sambil berteriak keras, "Mama.. jangan melompat lagi ke danau, Nanda takut."
Tina terkejut dan heran mendengar ucapan Nanda, sehingga kemarahannya terlupakan, dan matanya melotot ke arah suaminya, meminta penjelasan, sambil mendekap Nanda yang menangis tersedu-sedu di pelukannya.
Agus sendiri masih belum bisa mencerna dengan baik situasi di luar prediksinya itu, sehingga terpaku keheranan. Melihat Agus tidak memberikan jawaban, emosi Tina timbul lagi dan berteriak keras, "Mengapa kau tinggalkan aku sendirian di Bogor, dan siapa wanita sialan itu!"
Pikiran Agus berusaha menyimak kata-kata istrinya, ditinggal di Bogor?, Siapa wanita itu? Apa yang sesungguhnya telah terjadi? Bukankah aku pergi dengannya ke Jakarta? Kalau yang pergi denganku itu bukan istriku, lalu siapa wanita yang menyerupai diri istriku dari Bogor hingga terjun ke telaga itu?
Setelah berpikir sejenak sambil mengingat-ingat apa yang dialaminya di telaga angker itu, baru Agus sadar bahwa wanita yang bersamanya itu bukan istrinya, Tiba-tiba ia berteriak keras, "Tidak..! Aku tidak tahu bahwa wanita itu bukan kamu! Makhluk itu menyerupai kamu, lalu kukira kamu."
Kemudian Agus memeluk Tina dan berkata, "Syukurlah bahwa kau masih hidup, kukira sudah mati," Pelukan erat suaminya seakan takut kehilangan dirinya, membuat emosi Tina akhimya cair juga dan tenang, kemudian meminta penjelasan lengkap apa yang telah terjadi sebenarnya. Agus menjelaskan kronologis kejadian yang telah dialaminya.
Tentu saja dengan menyembunyikan adegan hubungan intimnya dengan makhluk itu. Tetapi Tina tak percaya. Tak masuk di akalnya. Untuk lebih meyakinkannya, Agus mengajaknya menelepon ke Jakarta.
Paman Tina di Jakarta setelah mengetahui kejadian ini, atas permintaan Agus dan atas keingintahuannya atas peristiwa aneh yang membuat orang merinding itu, esok harinya dengan kereta api terpagi segera berangkat ke Bandung.
Sang paman bersumpah meyakinkan Tina bahwa mereka bertiga, Agus, Tina dan Nanda memang benar-benar datang ke resepsi pernikahan anaknya. Bahkan berfoto bersama, dan katanya nanti bila sudah diafdruk akan dikirim ke Bandung.
Sang paman terpaksa bermalam di Bandung karena Tina sangat terpukul dan histeris dengan kejadian fantastis dan menyeramkan itu. Bagaimana pun sang paman meyakinkan keponakannya itu, ia tetap tak dapat mempercayainya.
Bahkan berkali-kali ia mengatakan apa yang diungkapkan itu tak masuk di akalnya. Besoknya salah seorang putra pamannya itu datang dengan keluarga yang lainnya dan ikut meyakinkan Tina dengan kesaksian mereka membawa hasil cetakan foto-foto resepsi perkimpoian, Tina dengan perasaan penuh keheranan memperhatikan foto yang didalamnya terdapat foto Agus, suaminya sendiri, Nanda putrinya sedang menggandeng bayangan kosong.
Ternyata makhluk berwujud Tina yang juga ikut berfoto itu tidak nampak di kertas foto. Tiba-tiba Tina terhuyung, mujur Agus cepat menangkap tubuhnya agar tidak jatuh. Tina ternyata pingsan.
Apa yang diceritakan kepadanya itu ternyata baginya cukup dahsyat menghantam jiwanya sehingga membuatnya shock. Mungkin terbayang di pikirannya apa saja yang dilakukan oleh suaminya dengan makhluk itu karena mengira bahwa mahluk itu adalah dia, isterinya.
Sampai saat ini tak seorang pun mengetahui siapa sesungguhnya wanita misterius itu, yang ikut naik mobil Agus mulai dari toko roti di Bogor, tidur di hotel bersama Agus, lalu akhirnya terjun ke Telaga Warna itu. Nanda sendiri tak pernah memikirkannya, karena pikirannya belum sampai kesana.
Bahkan ia sering bercerita kepada keluarga yang datang bahwa dirinya sangat senang diajak pergi jalan-jalan ke Jakarta bersama ibunya, menginap di hotel, pergi ke pesta, ia ternyata masih belum mampu memahami bahwa sesungguhnya orang yang dikiranya ibunya itu bukan ibunya.
Lalu pada suatu malam Agus bermimpi didatangi makhluk hijau menyeramkan, berbadan reptil seperti bunglon tetapi kepalanya menyerupai istrinya. Makhluk itu minta maaf telah mengacaukan keluarga Agus dengan menjelma dan menggantikan sosok Tina, Ia melakukan hal itu karena merasa tertarik mendengar celoteh Tina yang mesra di tepi telaga mengenai enaknya bepergian ke pesta pernikahan.
Maka ia ikut dalam mobil Agus karena ingin tahu. Begitu ia melihat Tina masuk ke toko roti, kesempatan itu tak disia-siakannya lalu mendahului masuk ke mobil dengan wujud menyerupai Tina.
Makhluk itu memberitahukan bahwa ia sangat menikmati perjalanan itu dan tidak akan pernah melupakannya, dan berharap semoga Agus juga demikian. Akhirnya dia minta maaf atas segala kelancangannya itu dan juga menitipkan permintaan maafnya kepada Tina.
Agus yang sebelumnya marah dan benci kepada makhluk itu akhirnya luluh hatinya dan memaafkannya karena melihat tetesan air mata di pipinya tanda penyesalan dan ketulusan hatinya. Makhluk itu kemudian lenyap setelah sebelumnya mendoakan agar keluarga Agus selalu rukun-rukun dan bahagia.
Terkait:
Advertisement